Sungai Bekasi Sebagai Sumber Utama Pasokan Air Bersih
Bekasi adalah kota yang panas, padat penduduk, penuh polusi dan sampah serta langganan macet. Hal paling sering penulis lihat terjadi adalah aktivitas pencemaran air. Sumber pencemaran terhadap air permukaan di Kota Bekasi terutama adalah industri, rumah sakit, pusat perbelanjaan, restoran, dan rumah tangga serta pasar tradisional yang membuang limbahnya langsung ke badan air (sumber: www.bekasikota.go.id). Limbah tersebut dapat menurunkan kualitas fisik, kimia, dan biologi air sungai. Kejadian ini berakibat pada krisis air bersih ditempat tinggal penulis, yaitu Komplek Kemang Pratama, Bekasi.
Pada bulan Oktober 2012, Warga Kemang Pratama di gegerkan dengan masalah penyediaan air bersih. Kami memberikan batas waktu seminggu bagi pengembang perumahan elit ini untuk segera memperbaiki pengelolaan air bersih. Keinginan warga ini terungkap dalam dialog yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat antara warga Kemang Pratama Bekasi dengan pihak pengembang perumahan terkait keluhan terhadap penyediaan air bersih di perumahan elite ini. Tuntutan ini juga mengarah kepada Pemkot Kota Bekasi dan Dirut PDAM Bhagasasi (Perusahaan Daerah Air Minum). Keluarga penulis turut mendapat dampaknya. Kami sekeluarga terpaksa harus membeli air galon karena untuk mengambil air dari sumur sangat berwarna hitam pekat. Ini menyulitkan keluarga Kemang yang awalnya dapat berhemat hingga harus membeli galon lagi. Selain itu air yang mengalir untuk mandi berwarna hitam pekat seperti kecap, bau dan berasa. Banyak warga mengaku terkena dampak penyakit kulit. Kondisi ini lebih diperparah jika musim kemarau datang.
Penulis melihat Sungai Bekasi adalah faktor paling menentukan kebersihan air. Hal ini dikarenakan pasokan air di Bekasi mulai dari air minum sampai mandi mengambil dari Sungai Bekasi. Ada dua permasalahan utama dari krisis air ini, yaitu pertama, air permukaan kemungkinan tercemar oleh bakteri yang berasal dari septic tank karena jarak antara sumur dengan septic tank seringkali tidak memenuhi standar kesehatan, yaitu minimum 10 m . Kedua, di lokasi penimbunan sampah, lindi yang keluar dari sampah organik yang membusuk akan meresap ke dalam tanah dan dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas air sumur gali penduduk (sumber: www.bekasikota.go.id).
Penulis melihat cara adaptasi terhadap lingkungan merupakan bentuk survive masyarakat. Muncul interaksi manusia melalui pengelolaan terhadap sumberdaya. Perilaku adalah hal yang paling mudah dilihat mengenai konsekuensi kerusakan (degradasi) atau ketangguhan (kelestarian). Degradasi dalam arti krisis pasokan air bersih terjadi karena tidak memperhatikan daya dukung lingkungan. Dalam UU no 23/ 1997, menjelaskan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Daya dukung lingkungan juga biasa disebut Carrying Capacity dimana keadaan kemampuan suatu tempat dalammenunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Tetapi peristiwa yang terjadi tidak berkata demikian. Kota Bekasi tidak memiliki daya dukung lingkungan yang baik. Keadaan Sungai Bekasi tidak mampu menunjang kehidupan warga Kemang. Dikarenakan sungai dipenuhi sampah serta air limbah pabrik.
Sebagai warga Kemang Pratama, penulis merasa di persulit untuk akses kepada air bersih. Akses merupakan kemampuan seseorang atau kolektif untuk mendapatkan manfaat dari suatu sumber daya tertentu (Ribot dan Peluso, 2003: 154). Tetapi bukan mendapat manfaat, kami malah mendapat kerugian material yaitu pembayaran air yang berkualitas rendah. Padahal air termasuk dalam sumberdaya “bersama” (common property) dimana sumberdaya tersebut dapat diakses secara bebas oleh anggota common yang jumlahnya relatif besar. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa laut beserta isinya merupakan milik rakyat Indonesia yang tercantum di UUD 1945. Merujuk pada McCay dan Acheson (2006) mengatakan bahwa common property merupakan kondisi sumberdaya alam yang dapat dinikmati secara bebas dan bersama oleh sejumlah aktor yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda dengan aturan-aturan hukum yang cenderung daya ikatnya lemah. Penulis melihat pertahanan hukum yang lemah ini ketika Pemkot Bekasi tidak segera mencari solusi masalah yang sudah sejak dulu terjadi.
Oleh karena itu penulis akan menjelaskan dua solusi mengatasi krisis air bersih khususnya di Bekasi. Solusi ini memiliki rentang dampak jangka panjang sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama. Dikarenakan sumber utama permasalahan adalah pencemaran air Sungai Bekasi, mari dimulai dari hal tersebut. Pertama, Sumber mata air warga yaitu sungai harus terjaga bersih oleh lingkungan sekitar. Pembersihan rutin ini harus dilakukan oleh organisasi-organisasi yang di kader terlebih dahulu oleh agen kepentingan lingkungan (bisa Pemerintah, Ketua RT/RW dsb). Penulis menyarankan organisasi ini bisa meliputi / memberdayakan pemuda-pemuda (remaja), karena di usia tersebut mereka memiliki daya kreativitas tinggi dan inovatif. Pembersihan sampah ini harus dilakukan secara rutin dan terjadual. Program ini juga tidak harus pada lingkungan sekitar sungai, bisa di mulai pada setiap lingkungan komplek perumahan. Jika boleh jujur, penulis belum menemukan organisasi pemuda di komplek tempat tinggalnya. Kedua, Pemerintah ataupun birokrat tertinggi di sekitar daerah Sungai Bekasi harus mengeluarkan ultimatum (peringatan keras) terhadap pabrik / industri , yang membuang hasil limbah ke daerah sungai, baik sampah maupun cairan limbah. Jika ada yang tidak menepati, maka pabrik / industri akan dikenakan sanksi materiil. Ketiga, jika sudah dalam keadaan mendesak (krisis air), beberapa perusahaan air minum menyediakan kemudahan untuk konsumennya. Salah satunya adalah Perusahaan Unilever Pureit berupa teknologi pemurni air siap minum: tanpa gas tanpa listrik. Melalui produk ini masyarakat tidak perlu dipersulit harus membeli galon yang belum pula terjamin kebersihannya. Selain itu masyarakat tidak terbebani nilai ekonomis jangka panjang- dengan terus membeli galon. Cukup hanya mengandalkan air sumur / tanah kemudian produk ini mampu mengubah menjadi “air siap minum”. Sekian beberapa pengalaman dan solusi yang coba penulis rumuskan.
Semoga artikel ini menjadi nilai edukasi untuk ikut melestarikan atau menjaga sumber mata air bersih dengan menggunakan sumber air yang ada di sekitar kita secara efisien dan efektif.
Catatan: Perlu diketahui cerita di bawah ini diadaptasikan dari pengalaman penulis serta referensi dari beberapa artikel yang terkait. Kasus krisis air bersih di komplek Kemang kini sudah berhasil diatasi.
Daerah Sungai Cikarang Bekasi Laut (CBL)
Ilustrasi Warga Kemang saat krisis air (sumber: www.beritasatu.com)
Produk dari UNILEVER Pureit
REFERENSI
Ribot, Jesse C. dan Nancy lee Peluso. 2003. A Theory of Access. Rural Sociology Vol. 68 No. 2
McCay,B.J.,& J.M.Acheson,eds.(1987) The Question of the Commons.The Culture and Ecology of Communal Resources. Tucson: The University of Arizona Press. Hal 1-36
http://www.108csr.com/home/news.php?id=21091, pada artikel “Kemang Pratama Dituntut Perbaiki Kualitas Air” diakses pada tanggal 25 Desember 2012 pukul 13.51
http://www.beritasatu.com/mobile/megapolitan/76319-4-tahun-warga-kemang-pratama-bekasi-krisis-air-bersih.html, pada artikel "4 Tahun Warga Kemang Pratama Bekasi Krisis Air Bersih", diakses pada tanggal 28 Desember 2012 pukul 1.25
http://www.bekasikota.go.id/readotherskpd/115/483/pencemaran-air-di-kota-bekasi, pada artikel "Pencemaran Air di Kota Bekasi", diakses pada tanggal 28 Desember 2012



Oh My God...
BalasHapusGue turut berduka :( sorry gue baru baca ya Gis
inilah akibat dari kesalahan struktural. Ya.. CSR perusahaan ybs berarti rapor merah donk, toh ujung2nya buang limbah juga :( pasti gak pake Amdal tuh
Soal pemerintahan juga... Agen seperti ini seharusnya punya penyelidik yang cakap untuk mengontrol kerja perusahaan ybs... Jadi limbah gak keluar!
Bumi dan segala isinya adalah milik negara dan berhak diambil manfaatnya buat rakyat RI! Itu ada di UU! Dan gue sedih kok bahkan ada teman gue yang gak menikmati pasal tersebut! :(