Kecemasan: Berkisah Passion dan Masa Depan
Sekarang liburan membuat perasaan cukup galau dan banyak mengkhayal. Ditambah lagi dengan hasil bacaan Rantau 1 Muara yang mengutip banyak hal tentang passion, mimpi, dan kerja keras. Beberapanya adalah “find what you want to do”, “love what you are doing”, “when you love what you are doing, you do not look at the clock. It is just wonderful.” Membacanya berulang-ulang membuatku banyak berefleksi, apa yang selama ini sudah ku lakukan….
Aku memang melabelkan diri sebagai aktivis sosial, banyak berkecimpung di projek-projek sosial dari beberapa organisasi yang kuikuti. Tapi apa? Justru merasa projek yang kubuat selama ini hanya tuntutan, tiruan dari tahun lalu, dan selebihnya tidak inovatif sama sekali. Tetapi anehnya saat melakukan pekerjaan ini, berbau sosial, perasaanku suka tersentuh dan teriris berkenaan nasib kelompok marjinal, kelompok menengah kebawah. Perasaan ini membuat semangatku berkobar-kobar saat melakukan aksi-aksi sosialku. Tapi kembali lagi selebihnya aku seperti robot.. hanya tuntutan dari dasar pilihanku, tetapi aku belum berani menciptakan ide-ide cemerlang yang menjadi terobosan−alias projek sosial yang kumaksud.
Lalu apa ini passion-ku ?
Kembali mengingat buku-buku yang sudah pernah kubaca, banyak darinya menceritakan kisah perjuangan orang-orang dari bawah yang berhasil sukses karena alasan utama yaitu finansial sehingga ingin menjadi orang sukses. Lantas aku tergolong apa? Sejujurnya, aku seorang anak biasa dengan keluarga yang mumpuni−mampu menyediakan sumberdaya apapun untukku tanpa kekurangan. Merasakan sebagai diriku adalah sebuah kesenangan tapi ini justru menjadi kecemasan teramat besar bagiku. Apakah diriku harus dalam keadaan serba kekurangan, miskin, baru memiliki daya juang−pemacu semangat untuk diriku lebih produktif dengan mimpi-mimpi meraih kesuksesan. Karena aku merasa diriku sekarang adalah pribadi malas dengan mimpi yang menjadi buram−terombang-ambing, bahkan dibulan puasa banyak menghabiskan waktu tidur, bangun kesiangan dan menonton film-film di laptop sampai magrib berkumandang. Mungkin ini juga pengaruh dari adikku, Giani, sepulang dari Nangor, ia melahap waktunya menonton puluhan film di laptopnya. Aku seorang kakak yang gampang tergiur, dengan awalnya memiliki todo list for today seperti memperbaiki cv, mengirim cv, membuat tulisan, malah 180 derajat berubah haluan menonton film-film Korean dan Jepang yang menggiurkan.
Tetapi aku cukup bersyukur, jikalau bukan karena bertandang di Gramedia, membaca secuplik cerita Young On Top Words salah satunya tentang passion juga membeli Novel Rantau 1 Menara, aku tidak mungkin merefleksikan diriku dimasa depan dan menulisnya seperti ini. Sejujurnya tulisan ini kali pertama aku buat dengan semangat dan begitu mengalir atas dasar kecemasanku membaca cerita-cerita tentang passion dan masa depan.
Selasa, 16 Juli 2013

Ooh..
BalasHapusYa, kegalauan ini juga jadi salah satu kisah sukses lo, Gis :) yang namanya asa galau kayak begini dinikmatin aja Gis. Yang penting lo serius menjalani passion lo. Kalo yang gue tangkep, passion lo ya kerja sosial budaya dan kalo gue boleh ngomong sih... Lo cenderung Marxis yang bukan Marxis... Lo gak tahan ngelihat ketimpangan tapi coba melihat dari berbagai faktor.. Salah satunya ya kerja sosial budaya itu :)
kalo ada kesempatan, coba aja lagi kerja seperti itu. Gue pribadi jujur ngedukung lo banget :)
soal keadaan kita yang berkecukupan, ya itu kan udah default ya. Udah dari sananya kita lahir di keluarga yang berkecukupan. Tinggal gimana kitanya aja yang bijak menghadapi keadaan itu.
Komitmen alias totalitas sih. Kalo lo udah menemukan kerja/kegiatan apa yang cocok, dan atau yang lagi dilakuin, ya kerjain itu secara sungguh2.. Ya, makanya, tahun depan puasa dan ibadah2 lainnya usahain lebih bagus dari sekarang ya.. :D